Tikum.id Buku – Toko Buku Gunung Agung yang ditutup pada tahun 2023 pernah berjanya di eranya. Mari sejenak napak tilas sejarah toko buku ini sejak masa kemerdekaan.

Toko Buku Gunung Agung pernah mengalami era kejayaannya pada dekade 80-90-an. Toko buku ini selalu menjadi rujukan untuk mendapatkan buku-buku pelajaran maupun buku bacaan umum. Sayangnya, tahun pada tahun 2023 toko buku ini mengumumkan bahwa semua outlet-nya akan ditutup. Mari kita sejenak bernostalgia dengan masa kejayaan Gunung Agung.
Berawal dari Kios Kecil
Adalah Tjio Wie Tay, Lie Tay San, dan The Kie Hot yang mendirikan Tay San Kongsie yang awalnya menjual bir dan rokok dengan kios kecil, kemudian beralih ke perbukuan. Hal itu didasari pertimbangan bahwa pada masa kemerdekaan, banyak toko buku Belanda yang ditutup sehingga permintaan yang tinggi akan buku dan majalah menjadi peluang besar.
Rumah di Kwitang yang Monumental
Dalam film Ada Apa dengan Cinta? ada ketika Rangga dan Cinta berkencan pertama kali ke pasar buku di Kwitang. Di kawasan inilah Gunung Agung pernah mengukir sejarah. Tjio Wie Tay membeli sebuah rumah sitaan Kejaksaan Agung di Kwitang pada tahun 1951, lalu mengubahnya menjadi toko buku dan percetakan kecil. Tjio Wie Tay yang kemudian lebih sering disapa dengan Haji Masagung memperbesar usaha itu menjadi firma. Namun, terjadi pecah kongsi karena Lie Tay San tidak setuju. Akhirnya, pada tahun 1953 berdirilah Firma Gunung Agung.
Pelopor Pameran Buku Pertama di Indonesia
Berdirinya Firma Gunung Agung ditandai dengan pameran buku pertama di Indonesia pada tanggal 8 September 1953. Keputusan itu cukup berani karena mempertaruhkan modal cukup besar, yakni 500 ribu rupiah untuk memamerkan 10 ribu buku. Namun, upaya ini terbayar dengan dukungan berbagai kalangan terhadap perbukuan. Kesuksesan pameran buku pertama ini mengantar Gunung Agung menggelar Pekan Buku 1954 Indonesia. Setelah itu, Toko Buku Gunung Agung juga dipercaya mengadakan pameran buku di Medan untuk memeriahkan Kongres Bahasa 1954.
Menerbitkan Biografi Tokoh-Tokoh Besar
Sambutan hangat atas upaya Haji Masagung membuka cakrawala pengetahuan juga mengantarkannya berkenalan dengan tokoh-tokoh besar seperti Sukarno, Hatta, HB Jassin, Adinegoro, dan Adam Malik. Bahkan, gedung baru Toko Buku Gunung Agung setinggi tiga lantai diresmikan oleh Presiden Sukarno pada 1963.
Perkenalan Haji Masagung dengan tokoh-tokoh itu memberikan benefit kepercayaan untuk menerbitkan buku-buku biografi tokoh nasional. Autobiografi Presiden Sukarno yang legendaris, yaitu Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat dipercayakan untuk diterbitkan olehnya. Menyusul kemudian biografi Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sjafruddin Prawiranegara, Moh. Hatta, dan Adam Malik.
Dari Perbukuan ke Pertambangan
Kesuksesan usaha Toko Buku Gunung Agung diteruskan dengan ekspansi ke berbagai bidang , seperti hotel, ritel, dan dan wisata pada tahun 1970-an. Namun, usahanya di bidang perbukuan tetap jadi yang utama, terbukti dengan pembukaan cabangnya di Tokyo dan pameran di Singapura dan Malaysia.
Usaha ini kemudian dijalankan oleh anak-anak Haji Masagung. Gunung Agung sempat masuk ke bursa efek pada tahun 1992. Merambah ke bidang pertambangan pada tahun 2013, nama perusahaannya diganti menjadi PT Permata Prima Sakti Tbk. Tak bertahan lama, pada tahun 2017 perusahaan ini tak lagi masuk BEI.
Covid-19: Sebuah Pukulan Besar
Lambat laun, penjualan buku tiap tahun tak selancar dulu. Sejak 2013, dilakukan efisiensi karena pendapatan dari penjualan sering kali tak bisa menutup biaya rutin dan operasional. Pada awal 2020, keadaan semakin memburuk karena pukulan berat Covid-19 yang menghantam perekonomian dunia sehingga beberapa outlet ditutup. Puncaknya pada 2023, sisa outlet lain juga ditutup permanen.
Dunia bisnis memang penuh dengan dinamika. Tak ada jaminan bahwa bisnis yang berdiri lama akan terus bertahan tanpa kerja keras. Meskipun toko buku legendaris ini sudah ditutup, semoga minat kita dalam literasi tidaklah pupus.