Jakarta, 493 Tahun Hari Ini

Jakarta punya ulang tahun ke 493 pada hari ini. Memang, tanpa kembang api, parade, bazar, festival-festival, rame-rame di Jakarta Fair dan banyak lagi kegiatan bernuansa perayaan seperti tahun-tahun lalu tidak akan kita lihat di masa sekarang.

Bacaan 6 menit

Poin:

  • Hari Jadi Jakarta 180 derajat dibanding tahun-tahun sebelumnya
  • Sejarah Penetapan Hari Jadi Jakarta
  • “Buckle up Dorothee, cause Jakarta is going bye-bye”

Sobattikum, Jakarta punya ulang tahun ke 493 pada hari ini. Memang, tanpa kembang api, parade, bazar, festival-festival, rame-rame di Jakarta Fair dan banyak lagi kegiatan bernuansa perayaan seperti tahun-tahun lalu tidak akan kita lihat di masa sekarang.

Semuanya karena Corona atau Covid-19, si virus ganas yang tanpa ampun menjangkiti hampir 9 juta manusia diseluruh dunia hari ini. Jakarta sendiri dijankiti hampir 10,000 orang.

Sang Corona yang membuat semua merana, memaksakan kita untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan New-Normal atau Normal Baru. Untuk tidak terjangkit, kita direkomendasikan utuk tidak menjalankan perayaan,pesta, kumpul-kumpul,rame-rame seperti dulu dan masa seperti itu sudah berakhir. Mungkin suatu hari nanti, namun yang namanya virus selalu datang silih berganti severti sebelumnya Ebola, Mers-Cov, Sars.

Kembali ke hari lahir Jakarta. Sang ibu kota republik merupakan pentas utama bangsa Indonesia dengan sejarah luar biasa dan merupakan panggung utama seluruh aspek kehidupan kita termasuk aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kembali kebelakang, berikut sejarah Hari Jadi Jakarta yang sekarang kita rayakan 493 tahun.

Jakarta 493 tahun 2

Sejarah Hari Jadi Jakarta

Penetapan hari jadi Jakarta adalah istilah yang merujuk kepada penetapan yang dikeluarkan oleh Sudiro, Wali kota Jakarta periode 1953-1958.

Pada masa kolonial, Belanda memperingati hari jadi Kota Batavia tiap akhir Mei dengan dasar bahwa pada akhir Mei 1619, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen menaklukkan Jayakarta. Pada tahun 1869, untuk memperingati 250 tahun usia Batavia, dibangun pula monument J. P. Coen – saat ini halaman Departemen Keuangan, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Di atas fondasi beton yang kokoh, berdiri Coen yang dengan angkuhnya menunjuk kearah bawah – menggambarkan dia berhasil menaklukkan Jayakarta. Patung yang menjadi simbol dimulainya penjajahan Belanda itu dihancurkan pada masa pendudukan Jepang (1942-1945).

Sudiro, menyadari perlunya peringatan ulang tahun untuk kota ini yang berbeda dengan peringatan berdirinya Batavia. Maka, ia pun memanggil sejumlah ahli sejarah, seperti Mr. Mohamad Yamin dan Mr. Dr. Sukanto serta wartawan senior Sudarjo Tjokrosiswoyo untuk meneliti kapan Jakarta didirikan oleh Fatahillah.

Kala itu, Sudiro berkeyakinan bahwa tahunnya adalah pasti, yaitu 1527. yang menjadi pertanyaan adalah hari, tanggal, dan bulan lahirnya Kota Jakarta.

Mr. Dr. Sukanto menyerahkan naskah berjudul Dari Jayakarta ke Jakarta. Dia menduga bahwa 22 Juni 1527 adalah hari yang paling dekat pada kenyataan dibangunnya Kota Jayakarta oleh Fatahillah.

Naskah tersebut kemudian diserahkan oleh Sudiro kepada Dewan Perwakilan Kota Sementara untuk dibahas, yang kemudian langsung bersidang dan menetapkan bahwa 22 Juni 1527 sebagai berdirinya Kota Jakarta. Tepat pada 22 Juni 1956, Sudiro mengajukannya dengan resmi pada sidang pleno dan usulnya itu diterima dengan suara bulat. Selanjutnya, sejak saat itu, tiap 22 Juni diadakan sidang istimewa DPRD Kota Jakarta sebagai tradisi memperingati berdirinya Kota Jakarta.

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa dipilihnya 22 Juni 1527 karena saat itu merupakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setelah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kalapa, Fatahillah sebagai panglima Kesultanan Demak mengubah Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.

Menurut sejarawan Adolf Heyken SJ, hari jadi Jakarta hanyalah sebuah dongeng. Karena, katanya, tak ada dokumen yang menyebutkan nama Jayakarta. Bahkan 50 tahun sesudahnya (saat VOC berkuasa), tetap disebut Sunda Kelapa. Fatahillah adalah orang Arab. Jelaslah tidak mungkin apabila orang Arab memberi nama sesuatu dengan bahasa Sanskerta. Jayakarta adalah nama dari bahasa Sanskerta. Jadi, itu semua dongeng supaya Jakarta memiliki hari ulang tahun.

Jakarta 493 tahun 1

… is going bye-bye

Memang Jakarta tidak akan menjadi Ibu Kota Pemerintahan RI pada tahun-tahun mendatang setelah presiden Jokowi secara resmi memindahkannya Ibu kota ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan.

Dengan segala kekurangan, Jakarta macet, sumpek, banyak pembangunan infrastruktur yang kurang terarah. Ini merupakan statement yang berulang-ulang kita dengar dimasa lalu. Memang hingga saat ini hal tersebut hilang dan tuntas, terima kasih kepada para peminpin terdahulu yang mampu mengatur infrastruktur hingga banjir yang fatal dapat dihindarkan melalui normalisasi sungai dan mass rapid tranport yang mumpuni dan banyak lagi kemajuan yang dapat Sobattikum saksikan.

Dengan kepindahan status, menjadi ex-ibu kota, Jakarta tetap akan menjadi Kkota terpenting bagi bangsa Indonesia, mengingat Jakarta sebagai pusat sejarah Indonesia dan tidak akan tergantikan.

Menurut Sobattikum? Berikan tanggapan pada kolom komentar dibawah ini.

Tinggalkan pesan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.